Sabtu, 27 Agustus 2011

CINTA TAK HARUS BERWUJUD BUNGA


Suami saya adalah seorang insinyur, saya
mencintai sifatnya yang Alami dan saya
menyukai perasaan hangat yang muncul di hati
saya ketika saya bersandar di bahunya yang
bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan
dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus
akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2
saya mencintainya dulu telah berubah menjadi
sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan
benar-2 sensitif serta berperasaan halus. Saya
merindukan saat-saat romantis seperti seorang
anak yang menginginkan permen. Tetapi semua
itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh
berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-
nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam
menciptakan suasana yang romantis dalam
pernikahan kami telah mementahkan semua
harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan
keputusan saya kepadanya, bahwa saya
menginginkan perceraian.“Mengapa?”, dia
bertanya dengan terkejut. “Saya lelah, kamu tidak
pernah bisa memberikan cinta yang saya
inginkan” Dia terdiam dan termenung sepanjang
malam di depan komputernya, tampak seolah-
olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang
pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan
perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan
darinya? Dan akhirnya dia bertanya,“Apa yang
dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”.
Saya menatap matanya dalam-dalam dan
menjawab dengan pelan,“Saya punya
pertanyaan, jika kau dapat menemukan
jawabannya di dalam hati saya, saya akan
merubah pikiran saya: Seandainya, saya
menyukai setangkai bunga indah yang ada di
tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu
memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah
kamu akan melakukannya untuk saya?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan
memberikan jawabannya besok.” Hati saya
langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan
saya menemukan selembar kertas dengan
oret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang
berisi susu hangat yang bertuliskan…. “Sayang,
saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,
tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya.“Kamu
bisa mengetik di komputer dan selalu
mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya
menangis di depan monitor, saya harus
memberikan jari-2 saya supaya bisa
membantumu dan memperbaiki programnya.”
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika
kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan
kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan
membukakan pintu untukmu ketika pulang.”.
“Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu
nyasar di tempat-tempat baru yang kamu
kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar
bisa memberikan mata saya untuk
mengarahkanmu.”
“Kamu selalu pegal-2 pada waktu ‘teman baikmu’
datang setiap bulannya, dan saya harus
memberikan tangan saya untuk memijat kakimu
yang pegal.” “Kamu senang diam di rumah, dan
saya selalu kuatir kamu akan menjadi ‘aneh’. Dan
harus membelikan sesuatu yang dapat
menghiburmu di rumah atau meminjamkan
lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku
alami.”
”Kamu selalu menatap komputermu, membaca
buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu,
saya harus menjaga mata saya agar ketika kita
tua nanti, saya masih dapat menolong
mengguntingkan kukumu dan mencabuti
ubanmu.” “Tanganku akan memegang
tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-2 bunga yang bersinar dan
indah seperti cantiknya wajahmu”.
”Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil
bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup
melihat air matamu mengalir menangisi
kematianku.” “Sayangku, saya tahu, ada banyak
orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya
mencintaimu.” “Untuk itu sayang, jika semua
yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku,
tidak cukup bagimu. aku tidak bisa menahan
dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang
dapat membahagiakanmu.”
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan
membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya
tetap berusaha untuk membacanya.“Dan
sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca
jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua
jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk
tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah
kita, saya sekarang sedang berdiri di sana
menunggu jawabanmu.” “Jika kamu tidak puas,
sayangku, biarkan aku masuk untuk
membereskan barang-barangku, dan aku tidak
akan mempersulit hidupmu. Percayalah,
bahagiaku bila kau bahagia.”. Saya segera berlari
membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan
pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya
memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah
mencintai saya lebih dari dia mencintaiku. Itulah
cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-
angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia
tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang
kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah
hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita
butuhkan adalah memahami wujud cinta dari
pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud
tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud “bunga”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar