Sabtu, 27 Agustus 2011

TOKO KEBAHAGIAAN


Toko Nenek
Toko nenek terdapat disebuah desa kecil, yang
berada di jalan kecil didesa ini, toko nenek adalah
sebuah toko kelontong, yang sudah dibuka
sangat lama, nenek dari pagi sibuk sampai malam
mengurus tokonya, tetapi dia tetap semangatdan
setiap hari sangat gembira.
Orang-orang yang berada disekitar itu juga sudah
lupasudah berapa lama toko nenek dibuka,
orang-orang disekitar ini dari kecil sudah membeli
permen,odol, sabun, telur membeli sampai
sekarang, sampai mereka juga sudah hampir
menjadi kakek dan nenek. Hari berlalu dengan
cepat, sekarang nenek sudah sangat tua, mata
sudah rabun, kaki dan tangan juga sudah
lamban, berjalan terpincang-pincang, juga sudah
pikun, selalu lupa meletakkan barang.
“Nenek, berapa harga 1 kg gula?”
“Coba saya pikir sebentar, Rp. 5.000, oh ya salah
Rp. 10.000,….bukan.. bukan.. bukan yang benar
adalah Rp. 8.000.”
“Nenek saya mau beli kacang, berapa 1 bungkus?”
“Rp. 250.”
“Nenek,.. mana mungkin kacang demikian
murah?, saya rasa maksud nenek Rp. 1000,
Nenek lupa ya?”
“Ya..ya. benar Rp. 1000.”
“Nenek, engkau salah mengembalikan uang,
seharusnya engkau kembalikan kepada saya Rp.
5000, tetapi engkau kasih ke saya Rp. 55.000, ini
kelebihan.” Setiap hari kejadian seperti ini berulang
kali terjadi, orang-orang yang berada disekitarnya
sangat khawatir kepada nenek, takut dia setiap
hari salah harga dan salah mengembalikan uang
kepada orang sehingga rugi, tetapi nenek dengan
tertawa berkata tidak rugi,.. tidak rugi malahan
untung banyak.
Didesa ada seorang guru yang sudah lama
menjadi teman baik nenek, guru ini sering ketika
keluar rumah berkunjung ke rumah muridnya
sering singgah ke toko nenek, mengobrol
dengannya, dia sangat khawatir toko nenek bisa
bangkrut. Seperti hari ini dia baru duduk 15 menit
dia sudah melihat nenek salah menjual barang,
salah mengembalikan uang, uang Rp. 5000
dianggap Rp. 20.000 dikembalikan kepada orang
lain, kejadian ini bukan hanya satu kali tetapi
sudah 3 -4 kali terjadi.
“Nenek, lebih bagus nenek tidak usah buka toko
lagi, saya lihat keadaan nenek yang demikian
cepat atau lambat akan menjadi bangkrut.” Guru
ini dengan maksud baik menasehati nenek.
“Tidak, saya tidak rugi, malahan untung banyak,
kalau engkau tidak percaya engkau bisa melihat
buku catatan keuangan saya.” Nenek dari lacinya
mengeluarkan sebuah buku yang sudah sangat
kumal dan hitam, pinggiran buku sudah koyak
menyodorkan kepada guru.
Buku catatan apa ini? Guru melihatnya dengan
bingung, dari halaman pertama sampai halaman
terakhir hanya ada huruf 1, ribuan huruf satu
membuat buku ini penuh.
“Saya tidak bisa membacanya, nenek dapatkah
engkau jelaskan kepada saya apa maksudnya?”
“Ha..ha…ha. kalian orang terpelajar hanya bisa
mengajarkan orang membaca, pasti tidak
mengerti maksud saya.” Nenek tertawa sampai
kedua matanya sipit menjadi sebuah garis.
Sambil tertawa dia menjelaskan,”Coba engkau
perhatikan, disini selain ditulis huruf 1 ditengah
ada sebuah garis, apakah engkau sudah
melihatnya?” Benar saja selain huruf 1 ditengah
ada sebuah garis yang sangat panjang, seperti
sebuah aliran sungai, garis ini berada ditengah
sebagai garis pemisah antara bagian atas dan
bagian bawah.
“Coba engkau perhatikan baik-baik, apakah huruf
1 dibagian atas garis lebih banyak atau huruf 1
dibagian bawah nya?” “Apa maksud nenek?” “Ini
adalah buku catatan ciptaan saya, tentu saja
engkau tidak mengerti.” Sambil berkata demikian
nenek menunjuk kepada huruf 1 yang terdapat
didalam catatan.
“Setiap halaman dibuku ini menandakan setiap
hari, huruf 1 menandakan setiap hal yang terjadi,
setiap hari ditoko saya banyak hal yang terjadi,
jika hal yang gembira yang terjadi saya akan
menulis huruf satu dibagian atas buku ini, dan jika
halyang tidak gembira terjadi maka saya akan
menulis dibagian bawah buku ini. Coba engkau
hitung dengan baik, bukankah hal gembira yang
terjadi setiap hari jauh lebih banyak daripada hal
yang tidak gembira yang terjadi? Coba engkau
pikirkan saya membuka toko kecil ini bukankah
saya setiap hari untung sangat banyak?.”
“Oh, rupanya demikian.” Mata guru ini melotot
sangat besar, dia membuka buku catatan ini dari
halaman pertama sampai terakhir,benar saja,
huruf 1 diatas jauh lebih banyak daripada
dibawah, terkadang satu halaman penuh dengan
huruf 1 diatas saja, sedangkan dibawah kosong.
Guru berpikir seharian ini nenek sudah beruntung
sangat.. sangat banyak.
“Saya sangat gembira nenek sudah beruntung
demikian banyak.” Sambil menyodorkan kembali
buku ini kepada nenek guru ini berkata, “Tetapi,
ada yang masih saya tidak mengerti, apakah itu
hal yang gembira dan apakah itu hal yang tidak
gembira?”
“Oh, sebenarnya ini adalah hal yang sederhana,
memang engkau adalah seorang terpelajar yang
hanya bisa membaca, akan saya jelaskan
kepadamu, misalnya, ketika saya salah menjual 1
kg beras yang harganya Rp 8.000, saya jual
hanya dengan Rp. 3000, ketika langganan saya
mengembalikan kepada saya Rp. 5000, ini adalah
hal yang gembira, saya lebih mengembalikan Rp.
15.000 kepada langganan dan langganan
kemudian membayar kembali kepada saya, ini
juga hal yang gembira, ketika langganan saya
membantu saya mengangkat beras, ketika saya
sedang sibuk membantu saya ini dan itu adalah
hal yang gembira, semua kejadian ini saya catat
semua satu persatu.”
“Eh.. ada hal yang tidak menggembirakan,
misalnya ada langganan yang selalu menganggap
sayasudah pikun, membeli barang tidak
membayar, mengatakan mau utang dulu, tapi
lalu tidak membayar. Setiap dia melakukan sekali
saya akan mencatat hal ini juga.”
“Masih ada seseorang ketika saya sibuk dan tidak
memperhatikannya, dia akan mengambil
sebungkus kacang, sebotol coca cola, sebungkus
permen, setiap dia melakukan sekali saya akan
mencatatnya ditempat hal yang tidak gembira,
pasti ada orang seperti itu, kita semua makan nasi
yang sejenis, tetapi yang keluar adalah ratusan
bahkan ribuan jenis orang yang berbeda. Tetapi
masih bagus, kalau dihitung setiap hari masih
banyak hal yang gembira daripada hal yang tidak
gembira, setelah saya hitung, toko saya setiap
hari untung, malahan setiap hari untung makin
lama makin banyak, saya sudah banyak
mengumpulkan kebahagiaan, oleh sebab itu saya
sudah berubah menjadi orang yang paling
bahagia dan gembira didunia ini.”
“Toko yang demikian ini, bagaimana saya bisa
menutupnya!”
Selalu memperhatikan apa yang engkau miliki,
dan mengabaikan apa yang engkau hilang,
dengan demikian engkau dapat hidup lebih
bahagia dan gembira.
Ada seekor rusa yang berada dibawah terik
matahari sedang mencari sumber air untuk
diminum, setelah berjalan cukup lama akhirnya
dia menjumpai sebuah danau, dengan cepat dia
menuju ke danau itu, dan berhenti ditepi danau
dengan lahapnya menundukkan kepalanya
meminum air danau, setelah puas meminum air
dia melihat bayangannya sendiri didalam air
danau, setelah diperhatikan dengan teliti semakin
lama dia semakin puas dengan tanduk yang
berada diatas kepalanya.
“Woii, tanduk diatas kepala saya makin dilihat
makin cantik!, sungguh tidak terpikir tanduk siapa
lagi yang bisa menandingi tanduk seindah ini.”
kebanggaan timbul dari hati rusa wajahnya
memancarkan senyum rasa puas, “tetapi…” mata
rusa dari tanduk turun ke bawah, lalu dia melihat
kakinya.
“Waduh, kaki saya kelihatan sangat panjang dan
kecil, makin dilihat makin jelek!, sangat
menyebalkan!” Rusa sambil mengguman
menggeleng-gelengkan kepalanya. Ketika rusa
sedang mengfokuskan diri memperhatikan
bayangan dirinya sendiri diair danau, ada seekor
singa muncul ditempat yang tidak jauh dari
tempat rusa, dengan diam-diam mendekati rusa.
Pada saat ini kebetulan rusa memalingkan
kepalanya, melihat singa dengan panik dia berlari
dengan cepat, karena keempat kakinya panjang
dia dapat berlari sangat cepat, ketika dia berlari ke
semak-semak, singa sudah tidak dapat
mengejarnya, “uhh..uhh.. untung saya dapat
berlari dengan cepat, jika tidak habislah saya!”
Rusa sambil berlari sambil bersyukur kepada
kakinya yang panjang, sambil terus berlari dia
masuk kedalam hutan, namun tandauknya
tersangkut di dahan pohon. “Aduhh… tanduk
saya tersangkut didahan pohon.. tolong….”
sehingga dia tidak bisa bergerak lagi, oleh sebab
itu singa yang mengejar dari belakang dapat
dengan mudah menangkapnya, dan
menjadikannya santapan yang lezat.
Rusa yang malang ini, sebelum ajalnya tiba
berkata, “Saya sungguh malang, tidak disangka,
kaki yang paling saya benci ini sebenarnya adalah
yang bisa menyelamatkan saya, sedangkan
tanduk yang paling saya banggakan ini malahan
yang mencelakai saya!”
Terkadang sebuah barang dari penampilannya
tidak cantik namun bermanfaat, ada barang yang
terlihat indah tetapi sangat rapuh dan tidak
berguna, baik buruknya barang bukan dilihat dari
penampilan, oleh sebab itu jangan kita tertipu
dengan penampilan atau sebuah benda.

SRIGALA AN MONYET

Di tengah sungai ada sebuah pulau kecil, diatas
pulau tumbuh sebatang pohon buah pir yang
sedang berbuah sangat ranum, buahnya banyak
sekali.
Srigala ingin memakan buah pir, tetapi tidak bisa
menyeberangi sungai.
Monyet juga ingin memakan buah pir, tetapi juga
tidak bisa menyeberangi sungai.
Monyet dan srigala kemudian berembuk, akan
membuat sebuah jembatan menyeberangi
sungai dan memetik buah pir kemudian dibagi
rata.
Monyet dan srigala bekerja sama dengan sekuat
tenaga mereka mengambil sebatang pohon
diletakkan antara pinggir sungai dan pulau kecil
membuat sebuah jembatan kecil yang hanya bisa
diseberangi satu orang saja.
Jembatan ini sangat kecil, tidak mungkin pada saat
bersamaan diseberangi dua orang,
Srigala berkata kepada monyet, “Saya pergi
keseberang lebih dahulu, kemudian engkau
menyusul.”
Srigala segera menyeberangi jembatan sampai
dipulau, sifat licik srigala segera timbul dia ingin
sendirian menguasai buah pir, lalu dia
membuang jembatan kayu kedalam sungai.
Srigala dengan licik tertawa sambil berkata kepada
monyet, “Nyet, pulanglah ke rumahmu, engkau
tidak punya kesempatan memakan buah pir ini.”
Mendengar dan melihat perbuatan srigala yang
licik, monyet sangat marah, tetapi dia segera
sadar dengan tertawa terbahak-bahak dia
berkata,” ha…ha..ha.. Srigala licik memang
engkau dapat memakan habis semua buah pir ini,
tetapi engkauselamanya tidak bisa kembali kesini
lagi!”
Setelah mendengar perkataannya, srigala berubah
menjadi panik, laludengan memohon dia berkata
kepada monyet, “monyet yang baik, kita berdua
adalah sahabat, tolong carikan akal supaya saya
dapat kembali kesana!”
Monyet tanpa menjawab membalikkan badan
meninggalkan srigala sendirian dipulau itu.
Cerita ini memperingatkan kita, orang yang egois
selalu menganggap dirinya lebih pintar dari orang
lain, selalu mencari kesempatan mengambil lebih
banyak keuntungan dari orang lain, mereka tidak
menyadari keegoisan mereka malahan dapat
merugikan diri sendiri, ingin menyakiti orang lain
akhirnya diri sendiri yang disakiti. Jika dalam
masyarakat ini semua manusia berubah menjadi
egois, apa akibatnya? Mungkin yang mereka
hadapi adalah tidak ada rasa percaya diri dan tidak
ada lagi kehangatan dan ketenteraman lagi didunia
ini.

CINTA TAK HARUS BERWUJUD BUNGA


Suami saya adalah seorang insinyur, saya
mencintai sifatnya yang Alami dan saya
menyukai perasaan hangat yang muncul di hati
saya ketika saya bersandar di bahunya yang
bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan
dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus
akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2
saya mencintainya dulu telah berubah menjadi
sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan
benar-2 sensitif serta berperasaan halus. Saya
merindukan saat-saat romantis seperti seorang
anak yang menginginkan permen. Tetapi semua
itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh
berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-
nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam
menciptakan suasana yang romantis dalam
pernikahan kami telah mementahkan semua
harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan
keputusan saya kepadanya, bahwa saya
menginginkan perceraian.“Mengapa?”, dia
bertanya dengan terkejut. “Saya lelah, kamu tidak
pernah bisa memberikan cinta yang saya
inginkan” Dia terdiam dan termenung sepanjang
malam di depan komputernya, tampak seolah-
olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang
pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan
perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan
darinya? Dan akhirnya dia bertanya,“Apa yang
dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”.
Saya menatap matanya dalam-dalam dan
menjawab dengan pelan,“Saya punya
pertanyaan, jika kau dapat menemukan
jawabannya di dalam hati saya, saya akan
merubah pikiran saya: Seandainya, saya
menyukai setangkai bunga indah yang ada di
tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu
memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah
kamu akan melakukannya untuk saya?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan
memberikan jawabannya besok.” Hati saya
langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan
saya menemukan selembar kertas dengan
oret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang
berisi susu hangat yang bertuliskan…. “Sayang,
saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,
tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya.“Kamu
bisa mengetik di komputer dan selalu
mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya
menangis di depan monitor, saya harus
memberikan jari-2 saya supaya bisa
membantumu dan memperbaiki programnya.”
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika
kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan
kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan
membukakan pintu untukmu ketika pulang.”.
“Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu
nyasar di tempat-tempat baru yang kamu
kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar
bisa memberikan mata saya untuk
mengarahkanmu.”
“Kamu selalu pegal-2 pada waktu ‘teman baikmu’
datang setiap bulannya, dan saya harus
memberikan tangan saya untuk memijat kakimu
yang pegal.” “Kamu senang diam di rumah, dan
saya selalu kuatir kamu akan menjadi ‘aneh’. Dan
harus membelikan sesuatu yang dapat
menghiburmu di rumah atau meminjamkan
lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku
alami.”
”Kamu selalu menatap komputermu, membaca
buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu,
saya harus menjaga mata saya agar ketika kita
tua nanti, saya masih dapat menolong
mengguntingkan kukumu dan mencabuti
ubanmu.” “Tanganku akan memegang
tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-2 bunga yang bersinar dan
indah seperti cantiknya wajahmu”.
”Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil
bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup
melihat air matamu mengalir menangisi
kematianku.” “Sayangku, saya tahu, ada banyak
orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya
mencintaimu.” “Untuk itu sayang, jika semua
yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku,
tidak cukup bagimu. aku tidak bisa menahan
dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang
dapat membahagiakanmu.”
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan
membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya
tetap berusaha untuk membacanya.“Dan
sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca
jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua
jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk
tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah
kita, saya sekarang sedang berdiri di sana
menunggu jawabanmu.” “Jika kamu tidak puas,
sayangku, biarkan aku masuk untuk
membereskan barang-barangku, dan aku tidak
akan mempersulit hidupmu. Percayalah,
bahagiaku bila kau bahagia.”. Saya segera berlari
membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan
pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya
memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah
mencintai saya lebih dari dia mencintaiku. Itulah
cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-
angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia
tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang
kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah
hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita
butuhkan adalah memahami wujud cinta dari
pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud
tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud “bunga”.

CINTA LELAKI BIASA



MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya. “Kenapa?” tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan. Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata! Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka. “Kamu pasti bercanda!” Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda. Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania! “Nania serius!” tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya. “Tidak ada yang lucu,” suara Papa tegas, “Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!” Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh seleidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan. “Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?” Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa,“maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?” Nania terkesima. “Kenapa?” Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik. Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus! Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau! Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata‘kenapa’ yang barusan Nania lontarkan. “Nania Cuma mau Rafli,” sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah. “Tapi kenapa?” Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa. Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya. “Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!” Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini? Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak‘luar biasa’. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia. Mereka akhirnya menikah. * Setahun pernikahan. Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia. “Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.” Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya. “Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!” “Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!” “Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!” Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli. Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen. Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak! Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan? Rafli juga pintar! Tidak sepintarmu, Nania. Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu. Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma. “Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.” Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak. Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. “Tak apa,” kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. “Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.” Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik. “Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga- jaga. Ya?” Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah. Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia! Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting. Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak! Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama. Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Cantik ya? dan kaya! Tak imbang! Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari. Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis. * Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. “Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!” Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil. Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang. Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali. “Baru pembukaan satu.” “Belum ada perubahan, Bu.” “Sudah bertambah sedikit,” kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan. “Sekarang pembukaan satu lebih sedikit.” Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi. Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset. “Masih pembukaan dua, Pak!” Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya. “Bang?” Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan. “Dokter?” “Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.” Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat? Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal. Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri. Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat. “Pendarahan hebat.” Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis. Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka. Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker. Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania. * Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang. Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli. Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan. Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra. Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya. “Nania, bangun, Cinta?” Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik. Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik, “Nania, bangun, Cinta?” Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli. Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan. Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama. Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh. Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta. Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh? Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli. Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun. Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang- orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik. “Baik banget suaminya!” “Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!” “Nania beruntung!” “Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.” “Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!” Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama. Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa? Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi? Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan. Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya. Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Dalam sebuah kitab Imam al-Ghazali disebutkan peristiwa Iblis sebelum dilaknat oleh Allah. Cerita tentang kesombongan, tentang takabur, tentang selalu berbangga diri pun, adalah sebuah kisah yang lebih tua dibanding penciptaan manusia.

Ia hadir dan berawal ketika manusia masih dalam perencanaan penciptaan. Karena hanya para malaikat makhluk yang diciptakan sebelum manusia, kesombongan sejatinya berhulu dari malaikat.

Adalah AZAZIL, termasuk dari golongan yang didekatkan, yang dikenal penduduk surga karena doanya mudah dikabulkan oleh Allah. Karena selalu dikabulkan oleh Allah, bahkan para malaikat pernah memintanya untuk mendoakan agar mereka tidak tertimpa laknat Allah.

Tersebutlah suatu ketika saat berkeliling di surga, malaikat Israfil mendapati sebuah tulisan "Seorang hamba Allah yang telah lama mengabdi akan mendapat laknat dengan sebab menolak perintah Allah."

Tulisan yang tertera di salah satu pintu syurga itu, tak pelak membuat Israfil menangis. Ia takut, itu adalah dirinya. Beberapa malaikat lain juga menangis dan punya ketakutan yang sama seperti Israfil, setelah mendengar kabar perihal tulisan di pintu surga itu dari Israfil. Mereka lalu sepakat mendatangi Azazil dan meminta didoakan agar tidak tertimpa laknat dari Allah. Setelah mendengar penjelasan dari Israfil dan para malaikat yang lain, Azazil lalu memanjatkan doa. "Ya Allah. Janganlah Engkau murka atas mereka."

Di luar doanya yang mustajab, Azazil dikenal juga sebagai Sayidul Malaikat alias penghulu para malaikat dan Khazinul Jannah (bendaharawan surga). Semua lapis langit dan para penghuninya, menjuluki Azazil dengan sebutan penuh kemuliaan meski berbeda-beda.

Pada langit lapis pertama , ia berjuluk Aabid, ahli ibadah yang mengabdi luar biasa kepada Allah pada langit lapis pertama,
Di langit lapis kedua, julukan pada Azazil adalah Raki atau ahli ruku kepada Allah,
Di langit lapis ke tiga, ia berjuluk Saajid atau ahli sujud,
Di langit ke empat ia dijuluki Khaasyi karena selalu merendah dan takluk kepada Allah,
Di langit lapis kelima menyebut Azazil sebagai Qaanit Karena ketaatannya kepada Allah,
Di langit keenam Gelar Mujtahid, karena ia bersungguh-sungguh ketika beribadah kepada Allah.
Pada langit ketujuh, ia dipanggil Zaahid, karena sederhana dalam menggunakan sarana hidup.

Selama 120 ribu tahun, Azazil, si Penghulu Para Malaikat menyandang semua gelar kehormatan dan kemuliaan, hingga tibalah ketika para malaikat melakukan musyawarah besar atas undangan Allah. Ketika itu, Allah, Zat pemilik kemutlakan dan semua niat, mengutarakan maksud untuk menciptakan pemimpin di bumi.

Langit dan bumi bergemuruh karena terjadi desas desus bahwa Allah berkehendak menciptakan makhlukNya yang bernama Adam as, kakek moyang manusia yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah akan menciptakan Adam, manusia pertama yang diciptakan dari tanah dengan tangan Nya, dan diberikan kepadanya segala macam kesempurnaan dari mulai ruh, jasad, darah, daging, syahwat, kekuatan, dihiasi dengan akal, dan diberikan kepadanya ilmu yang tidak diberikan kepada para malaikat “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya”, para malaikat pun heran dengan kehendak Allah. Mereka tidak iri atau hasut, akan tetapi ingin mengetahui apa hikmahnya Allah ingin menciptakan manusia yang akan merusak dan menumpahkan darah di muka bumi? Mereka bertanya kepada Allah “Mengapa Engkau hendak menjadikan di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau” Allah pun langsung berseru: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”

"Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah (pemimpin) di muka bumi." begitulah firman Allah. Semua malaikat hampir serentak menjawab mendengar kehendak Allah. "Ya Allah, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi, yang hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di bumi, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.
Allah menjawab kekhawatiran para malaikat dan meyakinkan bahwa, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah : 30) 
 
Setelah selesai pencitaan Adam as dari tanah, dan peniupan roh kepadanya, Allah memerintahkan seluruh malaikat untuk sujud kepadanya. Perintah sujud kepada Adam di sini bukan berarti Allah memerintahkan mereka bersujud kepadanya karena memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanya semata-mata kepada Allah. Yang dimaksud sujud di sini adalah sebagai penghargaan dan penghormatan kepada makhluk yang baru saja diciptakan Allah dari tanah yang diberikan kepadanya segala kesempurnaan dan keistimewaan.
“Maka apabila Aku sempurnakan dia dan AKU TIUPKAN PADANYA RUH DARI KU, hendaklah kamu tunduk sujud akan dia” (AL-HIJR: 29) 

Allah lalu menciptakan manusia pertama yang diberi nama Adam. Kepada para malaikat, Allah memperagakan kelebihan dan keistimewaan Adam, yang menyebabkan para malaikat mengakui kelebihan Adam atas mereka. Lalu Allah menyuruh semua malaikat agar bersujud kepada Adam, sebagai wujud kepatuhan dan pengakuan atas kebesaran Allah. Seluruh malaikat pun bersujud, kecuali Azazil.

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir" (Al Baqarah: 34) 
 

Berawal dari Surga Sebagai penghulu para malaikat dengan semua gelar dan sebutan kemuliaan, Azazil merasa tak pantas bersujud pada makhluk lain termasuk Adam karena merasa penciptaan dan statusnya yang lebih baik. Allah melihat tingkah dan sikap Azazil, lalu bertanya sembari memberi gelar baru baginya Iblis. "Hai Iblis, apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri (takabur) ataukah kamu merasa termasuk orang-orang yang lebih tinggi?"

Mendengar pernyataan Allah, bukan permintaan ampun yang keluar dari Azazil, sebaliknya ia malah menantang dan berkata
Wahai Allah,
Bagaimana aku bisa sujud kepada adam sedangkan Engkau sendiri telah membisikkan sesuatu kepadaku bahwa ini adalah bagian kehendakMU
 
Bagaimana bisa aku sujud kepada yang selain Engkau, Selama ini aku dan Engkau adalah satu dan pengetahuanMu adalah pengetahuanku, dalam keKuasaanMu
 
Bagaimana aku bisa sujud kepada makhluk yang akan menumpahkan darah dan permusuhan
Bagaimana aku bisa sujud kepada makhluk yang hanya sedikit saja diantara mereka yang akan Mengagungkan Engkau 
 
Bagaimana aku bisa sujud kepada adam dan anak cucunya yang kelak sebagian besar dari mereka akan memusuhi agama Engkau, sedangkan pengetahuan ini adalah Engkau sendiri yang membukakannya untukku

"Ya Allah,sungguh Engkau telah ciptakan aku dari 'api yang menyala' dan Engkau ciptakan dia dari 'tanah' maka aku tidak akan sudi sujud kepada dia .."

"SUJUDLAH KAMU KEPADA ADAM"
"Demi KeBesaranMu ... aku tidak akan sujud kepada yang selain Engkau"

"SUJUDLAH KAMU KEPADA ADAM"
"Sungguh hanya kepadaMu saja hamba bersujud"

Mendengar jawaban Azazil yang sombong, Allah berfirman. "Keluarlah kamu dari surga. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang diusir".

Azazil alias Iblis, sejak itu tak lagi berhak menghuni surga. Kesombongan dirinya, yang merasa lebih baik, lebih mulia dan sebagainya dibanding makhluk lain telah menyebabkannya menjadi penentang Allah yang paling nyata. Padahal Allah sungguh tak menyukai orang-orang yang sombong. Diharamkan-Nya Surga bagi orang yang dalam hatinya ada rasa sombong meskipun seberat biji sawi.

Bibit kesombongan dari Azazil sejatinya sudah bersemai sejak Israfil dan para malaikat mendatanginya agar mendoakan mereka kepada Allah. Waktu itu, ketika mendengar penjelasan Israfil, Azazil berkata, "Ya Allah! Hamba-Mu yang manakah yang berani menentang perintah-Mu, sungguh aku ikut mengutuknya."

Azazil lupa, dirinya adalah juga hamba Allah dan tak menyadari bahwa kata "hamba" yang tertera pada tulisan di pintu surga, bisa menimpa kepada siapa saja, termasuk dirinya.

Lalu, demi mendengar ketetapan Allah, Iblis bertambah nekat seraya meminta kepada Allah agar diberi dispensasi. Katanya, "Ya Allah, beri tangguhlah aku sampai mereka ditangguhkan."

Allah bermurah hati, dan Iblis mendapat apa yang dia minta yaitu masa hidup panjang selama manusia masih hidup di permukaan bumi sebagai khalifah. Dasar Iblis, Allah yang maha pemurah, masih juga ditawar. Ia lantas bersumpah akan menyesatkan Adam dan anak cucunya, seluruhnya, Kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka. "

Maka kata Allah, "Yang benar adalah sumpah-Ku dan hanya kebenaran itulah yang Kukatakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka jahanam dengan jenis dari golongan kamu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya."

=================================================================

—–Dalam perpustakaan digital Wikipedia: Azâzîl terdiri atas kata al-‘azâz yang berarti ‘hamba’ dan al-îl yang berarti ‘melata’. Kata al-‘azâz berasal dari al-‘izzah yang berarti kebanggaan atau kesombongan. Dinamakan demikian karena ia tercipta dari api. Kata al-‘azâz (العزاز) terdiri dari empat huruf, yaitu huruf ‘ain, zây, alif, dan zây yang kedua. Masing-masing huruf menunjukkan sepak terjang iblis, karena setiap nama itu menunjukkan perbuatan pemiliknya. Dari huruf ‘ain muncul kata ‘ulluw ‘kesombongan’, dari huruf zây muncul kata zuhw ‘sikap takabur’, dari huruf alif muncul kata ibâ’ ‘pembangkangan’ dan istikbâr ‘sifat angkuh’. Kesombongan, sikap takabur, pembangkangan, dan sifat angkuh merupakan sifat-sifat yang dimiliki iblis. Inilah tafsir nama asli iblis yaitu Azâzîl. Azâzîl sangat banyak memiliki julukan, seperti Sayidul Malaikat dan Khazinul Jannah. Di setiap langit ia memiliki julukan yang sangat bagus, yaitu: Langit Pertama (ar-Rafii’ah) al-Abid ahli ibadah, selalu mengabdi luar biasa kepada Allah, Langit Kedua (al-Maa’uun) ar-Raki ahli ruku, Langit Ketiga (al-Maziinah) as-Saajid ahli sujud, Langit Keempat (az-Zahirah) al-Khaasyi selalu merendah dan takluk kepada Allah, Langit Kelima (al-Muniirah) al-Qaanit selalu ta’at, Langit Keenam (al-Khaliishah) al-Mujtahid bersungguh-sungguh dalam beribadah, Langit Ketujuh (al-Ajiibah) az-Zahid sederhana dalam menggunakan sarana hidup. Wujud Azâzîl Sebelum Penciptaan Adam memiliki wajah rupawan cemerlang, mempunyai empat sayap, banyak ilmu, terbanyak dalam hal ibadah serta menjadi kebanggan para malaikat dan dia juga pemimpin para malaikat karubiyin dan masih banyak lagi. Setelah Penciptaan Adam karena enggan untuk bersujud kepada Adam, Allah merubahkan mukanya pada asalnya yang sangat indah cemerlangan menjadi bentuk seperti babi hutan. Allah merubah kepalanya seperti kepala unta, dadanya seperti daging yang menonjol di atas punggung, wajah yang ada di antara dada dan kepala itu seperti wajah kera, kedua matanya terbelah pada sepanjang permukaan wajahnya. Lubang hidungnya terbuka seperti cerek tukang bekam, kedua bibirnya seperti bibir lembu, taringnya keluar seperti taring babi hutan dan janggut terdapat sebanyak tujuh helai. Azâzîl diberi umur hingga hari akhir kiamat. Dengan janji untuk menyesatkan manusia sebanyak mungkin dan menemaninya di neraka Jahannam kelak. Permintaan Azâzîl kepada Allah: “Berkata iblis: Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.(Al-Hijr, 15:36) Lalu Allah menjawab: “Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.(Shaad, 38:85) ——

 ==============================================================

“Maka apabila Aku sempurnakan dia dan AKU TIUPKAN PADANYA RUH DARI KU, hendaklah kamu tunduk sujud akan dia” (AL-HIJR: 29)

“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari Ruh-Nya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” AS-SAJ’DAH: 9

Ayat ini demikian khusus bahwa Ruh itu sesuatu zat yang sangat istimewa, manusia yang telah mengenal dirinya artinya mengenal tabiat dan fitrahnya Ruh, tidak memiliki kemampuan untuk menerangkan (menjelaskan) akan substansi Ruh disebabkan karena tidak ada jembatan ilustrasi (kias) didunia ini untuk dapat dijadikan contoh atas tabiat dan fitrahnya Ruh. Hanya dijelaskan bahwa kandungan Ruh adalah Energi Tuhan.

Demikian tingginya kedudukan Ruh atas makhluk-makhluk yang lain sampai-sampai malaikat sujud (menghormati) terhadapnya. Demikian berharganya manusia bagi yang sudah memahami akan jati dirinya.

Manusia yang bersungguh-sungguh, bekerja keras mencari cahaya Tuhannya dengan ibadah yang terus menerus insyaallah Bisa memahami akan hidupnya, apa yang menjadi visi dalam kehidupannya didunia yang menjadikan ia bekerja hanya untuk Tuhannya, lahirnya Ruh (Cahaya) atas jasmaniah dan bathiniah.

Ruh adalah cahaya dimana kecepatannya, dalam berkomunikasi demikian luar biasa bila kita bandingkan dengan kecepatan suara, dikatakan dalam ayat:

“Naik malaikat dan Ruh Ruh kepadaNya didalam sehari qadarnya lima puluh ribu tahun”
Al Haq’qaq 4

Artinya bahwa perbandingannya adalah satu hari berbanding delapan belas juta hari, artinya satu jam berbanding 18.000.000 jam. Teknologi manusia dengan kecanggihannya, untuk ukuran kecepatan baru sampai pada kecepatan suara. Demikian yang terjadi pada mi’rajnya Nabi Muhammad SAW dari dimensi matrialistik menuju dimensi dzat Allah. dan pertemuan nabi Musa degan TuhanNYA

“Dan kami telah utus beberapa rasul yang telah Kami ceritakan (hal hal) mereka kepadamu lebih dahulu dan beberapa rasul yang tidak kami ceritakan kepadamu dan Allah telah omong (berbicara) kepada Musa pembicaraan yang terang”
An Nisa’ 164

“ Katakanlah: Tidak lain aku ini, melainkan manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku, bahwa tidak ada Tuhan kamu, melainkan Tuhan yang satu, maka barang siapa percaya akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan jangan engkau sekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”
AL- KAHF 110

Dalam ayat ini kalimat yang terlahir adalah perkataan Nabi/Rasul, bahwa nabi menyatakan dirinya adalah manusia seperti manusia lainnya, di dalam prosesnya, sebelum dinyatakan sebagai nabi/rasul, beliau memasuki proses evolusi dimana tujuan di dalam hidupnya adalah mencari Tuhan yang satu, yang akhir dari proses tersebut bertemunya beliau dengan Allah yaitu Tuhan yang menjadi tujuannya dan ini diabadikan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, di dalam pertemuan inilah terjadi komunikasi dengan Allah.

=================================================================

“Dan jin itu, Kami jadikan dia lebih dahulu, dari api yang beracun” AL-HIJR 27

Al-Hijr 27 dikatakan bahwa JIN ITU DIJADIKAN, SEMENTARA RUH MANUSIA DITIUPKAN sebagaimana tersebut di QS AL-HIJR: 29,

Maka jin itu dicipta oleh Allah SWT.
Sementara, RUH ITU BUKAN CIPTAAN TAPI BAGIAN DARI DZAT ALLAH SWT. Itu sebabnya Ruh itu kekal sebagaimana kekekalan Dzat-NYA sementara Jin itu bersifat tidak kekal dan terpisah dengan ALLAH SWT.

Dari mana asalnya ruh? Asal dari ruh yaitu dari-NYA. Bahkan ruh adalah sebagian dari DZAT Allah SWT. Maka jangan meremehkan manusia karena di dalam ruh manusia terkandung Dzat dan sifat-sifat Allah SWT.

“Maka apabila Aku sempurnakan dia dan AKU TIUPKAN PADANYA RUH DARI KU, hendaklah kamu tunduk sujud akan dia” (AL-HIJR: 29)

“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari Ruh-Nya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” AS-SAJ’DAH: 9

Ruh adalah zat yang bercahaya atas jasmaniah manusia dan dia bagian dari cahaya Tuhan dan dia jati diri atas diri manusia, energinya tidak terbatasi oleh dimensi ruang, gerak dan waktu. Di dalam ruh manusia, terdapat program dahsyat yang berupa pengetahuan yang ada di seluruh alam semesta ini. Pantas bila kemudian manusia diberi mandat karena manusia adalah wakil-NYA.

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berkata kepada malaikat:“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi….”
“Dan Ia telah mengajarkan kepada Adam (Ruh) keterangan-keterangan (pengetahuan) itu semuanya…”
AL-BAQARAH 30 dan 31

Barang siapa yang telah mengenal rahasia Ruh ia telah mengenal dirinya dan ketika ia telah mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya dan apabila ia telah mengenal dirinya dan Tuhannya, niscaya ia mengenal bahwa itu urusan Tuhannya (Amrun Robbaani) dengan tabiat dan fitrahnya. 
    

Saudaraku,
Dari ulasan diatas kita bisa mengambil satu istimbath kecil, kalau Iblis telah mambangkang tidak mendengar perintah Allah, enggan untuk sujud karena sombong merasa dirinya paling mulia, paling suci, sehingga menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam sebagai tanda hormat dan panghargaan terhadap makhuk yang diciptakan Allah dari tanah. Salahnya Iblis hanya tidak taat terhadap perintah Allah untuk sujud kepada seorang manusia. Sedangkan Iblis sendiri asalnya ketua seluruh malaikat di langit dan di bumi yang selalu bersujud kepadaNya dan yang paling banyak ilmu dan ibadahnya. Sekarang, di dunia ini banyak anak cucu Adam as yang lebih parah dari pada Iblis, mereka sudah kena tipu daya dan siasat busuk Iblis, mereka diperintahkan untuk bersujud kepada Allah akan tetapi mereka enggan dan menolak untuk sujud kepada Nya. Pada hal sejatinya bahwa manusia terdapat sebagian dari ruhNYA

Wallahu’alam
 
Demikian sekilas yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan. Itu semata-mata karena kebodohan saya sebagai manusia biasa dalam menafsirkan ayat-ayat-NYA dan sumber-sumber yang ada. Pasti kita perlu kembalikan kebenaran yang sejati hanya pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Tahu. Semoga kita senantiasa bersemangat untuk terus menuntut ilmu dan mendapatkan hikmah dari semua yang kita ketahui. Sedemikian hingga akhirnya kita menjadi pengikut ajaran Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu bagi orang-orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” AL-AHZAB 21. 





  













  




MINTA MAAF TIDAK MENJADIKAN KITA HINA
MEMBERI MAAF JUGA TIDAK MEMBUAT KITA BANGGA
TAPI SALING MEMAAFKAN INSYA ALLAH MEMBUAT
KITA DIMULIAKAN-NYA
TAQOBALALLAHU MINNA WAMINKUM
SHIYAMANA WA SHIYAMAKUM
Saya  mengucapkan SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
1432 H kepada sahabat-sahabat ku semua
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN..